Masjid Agung Banten

X TKJ TWO  


Tempat Bersejarah Di Banten: 

MASJID AGUNG BANTEN 





Masjid Agung Banten merupakan peninggalan Kerajaan Banten yang berdiri di wilayah Desa Banten , Kecamatan Serang. Masjid bersejarah ini di bangun pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin ( 1552-1570 ).

Sultan Maulana Hasanuddin adalah raja perama Kesultanan Banten yang juga putra dari Sunan Gunung Jati.

Masjid Agung Banten menjadi salah satu bukti kejayaan kota pelabuhan Banten yang masih berdiri hingga saat ini.

Meski keadaannya tidak seperti pada saat didirikan , tetapi kondisinya tetap terpelihara dengan baik. 

Setiap harinya , Masjid Agung Banten ramai di kunjungi oleh para peziarah dan wisatawan.

Para pengunjung dapat menikmati peninggalan bersejarah kerajaan islam di Banten serta melihat keunikan arsitekturnya , yang merupakan bentuk akulturasi budaya Hindu , Jawa , Cina dan Eropa.

Sejarah berdirinya Masjid Agung Banten , Masjid Agung Banten pertama kali didirikan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin.

Pembangunan kemudian dilanjutkan oleh putranya , Sultna Maulana Yusuf , yang menjadi raja kedua Kesultanan Banten. Pada periode ini , Masjid Agung Banten di bangun dengan gaya Jawa. Sebuah pawestren ( ruang untuk shalat wanita ) , yang berada di samping , kemudian di tambahkan pada masa pemerintahan raja ketiga , Sultan Maulana Muhammad ( 1580-1596 ).

Sementara serambi selatan masjid lantas diubah menjadi makam yang berisi sekitar 15 kuburan. Pada 1632, sebuah menara setinggi 24 meter yang di rancang oleh arsitek Cina bernama Cek Ban Cut ( Tjek Ban Tjut ) di tambahkan ke kompleks masjid. Sekitar periode yang sama , di bangun pula tiyamah ( paviliun ) bergaya Eropa yang di rancang oleh Lucaasz Cardeel , orang Belanda yang masuk Islam.

Kompleks Masjid Agung Banten terdiri dari bangunan masjid , serambi pemakaman , tiyamah di sisi kanan dan kirinya , menara , serta tempat pemakaman di halaman sisi utara.

Bangunan Masjid berdiri di atas pondasi dengan ketinggian satu meter menghadap ke timur. Bangunan utama masjid memiliki ciri-ciri sebagaimana Masjid Jawa kuno lainnya.

Salah satu ciri khususnya adalah terdapat gapura pada keempat arah mata angin. Sisi menarik lainnya dari bangunan utama masjid adalah atapnya yang tumpuk lima , mirip dengan pagoda Cina.

Bagian ini di rancang oleh Cek Ban Cut , yang juga merancang menara Masjid Agung Banten.

Menara setinggi 24 meter dengan diameter 10 meter ini dapat dimasuki sampai ke atas dengan menaiki 83 tangga yang ada di dalamnya. Catatan Dirk Van Lier dari tahun 1659 menyebut bahwa menara ini dulunya di gunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyimpanan senjata. Arsitek lain yang turut berperan memperindah Masjid Agung Banten adlah Lucaasz Cardeel mengusulkan pembangunan timayah yang berfungsi untuk tempat musyawarah dan kajian-kajian keagamaan.

Perpaduan antara budaya Islam dan Eropa pada Masjid Banten di tunjukkan dengan adanya timayah atau paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti ini. Bangunan timayah berbentuk segi empat panjang dan bertingkat dua lantai. Perpaduan unsur Jawa , Eropa , dan Cina menyatu sempurna pada arsitektur Masjid Agung Banten.

Keunikan arsitektur inilah yang akan akhirnya membedakan Masjid Agung Banten dengan masjid-masjid kuno lainnya.

Aktivitas sosial-budaya di Masjid Agung Banten Terdapat tiga area utama pada kompleks Masjid Agung Banten , yaitu bangunan masjid , timayah , dan area pemakaman. Di masjid ini terdapat kompleks pemakaman sultan-sultan Banten serta keluarganya , seperti makam Sultan Maulana Hasanuddin dan Istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar.

Sementara pada sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin , dan lainnya. Kompleks pemakaman ini memiliki pengaruh paling besar terhadap aktivitas sosial dan budaya. 

Hingga saat ini , banyak pengunjung yang hadir dengan tujuan untuk berziarah ke makam Sultan Maulana Hasanuddin dan keluarganya. Jadi , pengunjung yang datang tidak hanya jamaah yang hendak menjalankan shalat , tetapi juga bertujuan untuk berziarah.

Komentar